Kehidupan Beragama Di Jepang

Posted by Unknown On Senin, 31 Desember 2012 0 komentar

Agama adalah topik yang cukup menarik dan digemari di negara kita. Bahasan tentang agama banyak berlangsung di berbagai tempat denga suasana akrab dan hangat, namun tidak jarang juga berubah menjadi panas bahkan cenderung brutal. Misi agama sebagai penyebar kedamaiandan ketentraman menjadi kehilangan bentuk aslinya bahkan tidak berlebihan kalau dibilang mekutkan dan menghawatirkan. Bagaimana dengan agama yang ada di Jepang ?

Gambaran Umum
       Jepang adalah negara sekuler, yang berarti negara tidak ikut campur masalah agama. Dalam setiap data pemerintahan atau surat kabar resmi lainnya tentang identitas penduduk , masalah agama tidak dicantumkan dan juga tidak akan pernah ditanyakan
. Dalam sisitem pendidikan, mata pelajaran agam, sebagai mata pelajaran tersendiri, seperti sistem pendidikan di Indonesia, tidak dikenal. Agama hanya diajarkan sebagai bagian dari mata pelajaran sejarah, sedang dalam kehidupan masyarakat, agama digolongkan sebagai kegiatan budaya. Kantor agama, mentri agama dan juga  hari libur agama praktis tidak ada. Tentu saja, bagi orang indonesia jelas sangat membingungkan.

waktu mempelajari pelajaran sejarah dunia saya diajarkan bahwa mayoritas penduduk Jepang beragama Buddha dan agama asli mereka adalah Shinto. Penjelasan yang tentu saja tidak salah, karena dua tempat ibadah itulah yang paling dominan bisa ditemukan di Jepang. Dari data yang dikeluarkan oleh Daperteman Pendidikan Jepang tahun 1992 menyebutkan dari sekitar 120 juta penduduk jepang yang ada, pengikut agama shinto adalah 106,6 juta, Buddha 95,7 juta, Kristen 1,4 juta lain-lain 10,8 juta. Apa yang aneh dari data diatas ? Semua angka itu kalau dijumlah akan melebihi jumlah penduduk jepang ! Kenapa bisa begitu ? Hal ini disebabkan karena kebanyakan orang jepang memeluk dua agama secara bersamaan.
Berdoa di kuil Shinto dan dilain hari berdoa di kuil Buddha adalah lazim dilakukan oleh kebanyakan orang jepang. Tata cara pencatatan datanya juga membingungkan Pengurus kuil biasanya akan mencatat semua penduduk di sekitar kuil adalah pengikutnya, demikian juga dengan pengurus kuil agama lainya.
Bingung ? Tentu saja dan mungkin akan lebih bingung lagi kalau anda mengetahui bahwa kebanyakan anak muda di jepang melangsungkan pernikahannya di gereja, yang Apakah mereka adalah pasangan yang berama Kristen ? Siapa yang peduli !

Shinto dan Buddha adalah dua hal yang tentu saja berbeda, namun baig orang jepang tidaklah terlalu penting. Apakah isi dan ajaran dari masing-masing agama itu bisa dipastikan tidak akan banyak penjelasan yang bisa kita dapatkan dari mereka, bukan karena sifat tertutup atau malas menjelaskan, tapi karena memang tidak tahu !


Dalam hal agama, orang Jepang cenderung bersikap dingin dan tidak peduli. Bagi mereka agama tidaklah penting atau mungkin juga dianggap tidak akan bisa mengatasi permasalahan sehari hari seperti pelajaran di sekolah atau masalah di tempat kerja. Bahkan ada sebagian kecil pendapat yang mengatakan, agama adalah untuk orang yang mengalami gangguan jiwa! Weleh, kebanyakan orang kita pasti tidak setuju atau marah kalau mendengar pendapat ini. Jadi berarti kebanyakan orang Indonesia adalah orang yang mengidap ganguan jiwa, karena berkutat dengan agama ? Tenang saja, itu karena orang jepang tidak memerlukan agama dalam kehidupannya sehari hari.


Agama kadang terlihat sebagai sesuatu yang negatif dan berbahaya, terutama sejak munculnya kasus Gerakan Aum Shinrikyuo yang terkenal dengan serangan Gas Sharinnya. Teror dan perang atas nama agama yang banyak terjadi di belahan dunialain, tampaknya seperti membenarkan pendapat mereka dan membuat kecurigaan mereka agama seakan mendapat tempat.

Bagi kebanyakan orang jepang, agama adalah salah satu kebebasan. Dengan beragama jiwa menjadi bebas. Siapapun bisa datang sengan bebas ke kuil manapun dan kapan saja untuk berdoa seperti yang umum dilakukan oleh kebanyakan orang Jepang. Berkunjung ke kuil, bukan untuk berdoa tapi cuma untuk sekedar rekreasi. " Tidak boleh masuk, kecuali umat" atau "tidak boleh masuk kecuali untuk sembahyang " hampir tidak dikenal, tapi dibeberapa kuil berlaku aturan " Tanpa membayar tidak boleh masuk ".

Namun walaupun kehidupan beragama mereka bebas ria. Namun dalam tata krama etika sopan santun berperilaku dan berbahasa sangat ketaat bahkan bisa dikatakan sangat keterlaluan. Bagi yang pernah mempelajari bahasa jepang pasti tahu, bahwa untuk diri sendiri dipakai kata bentuk halus sebagai tanda menghargai atau hormat, jadi atu kalimat dua kata yang berbeda tapi artinya sama. Pilihan kata yang salah atau terbalik dianggap sebagai tidak tahu manner atau tidak sopan, tanpa oeduli betapa seringnya anda sembahyang.

Toleransi Kehidupan Beragama
             Ketika zaman Edo (1603 - 1868) agama kristen dilarang keras oleh pemerintahan Shogun, Pengikutnya dihukum mati atau diusir keluar jepang, namun hal itu sekarang tidak terjadi lagi. Gereja bisa kita jumpai di banyak tempat, bersebelahan dengan kuil dan Jinja. Jadi secara umum toleransi kehidupan beragama bisa dikatakan sangat bagus. Perusakan dan pembakaran tempat ibadah agama lain, yang dahulu sering terjadi hampir tidak kita temukan sekarang ini.

Komentar Pribadii
                Tanpa agam, apakah mereka bisa bahagia ? Apa tujuan hidup mereka ? Bagaimana mereka menjaga keseimbangan antara rohani dan jasmaniah ? Bagaimana hubunganya dengan kasus bunuh diri yang banyak terjadi disana ? Adalah beberapa pertanyaan umum yang sering saya baca di berbagai blog tentang jepang. Pertanyaan yang tampaknya wajar, namun apapun jawabannya tampaknya tetap saja susah untuk kita mengerti, sama halnya dengan rang jepang yang susah mengerti "Keterikatan " kita yang menurut mereka berlebihan dalam hal agam. Agama afalah ibarat bekerja bagi orang indonesia, tanpa bekerja kita tidak bisa hidup. Sama halnya dengan bekerja adalah agama bagi orang jepang. Dengan penjelasan seperti itu mungkin bisa sedikit lebih mudah diterima orang jepang. Mereka tampak bangga dengan budaya kerja kerasnya dan orang orang yang tersisih karena kehilangan pekerjaan misalnya lebih memilih untuk bunuh diri karena merasa kehilangan harga diri dan mungkin juga pegangan hidup.

Saya pribadi cuma bisa menduga duga mungkin maksudnya adalah agama tidak penting namun tindakan nyata dengan perilaku yang lebih baik adalah lebih penting. Tingkat keamanan, ketertiban dan sopan santun mereka mungkin bisa dijadikan indikasi.
Sedangkan keengganan mereka menjawab tentang keberadaan Tuhan juga tampaknya dipengaruhi oleh ajaran Buddha yang berbau agnostik? Karena lebih menekankan ke arah perbaikan prilaku dibandingkan dengan pencarian tuhan.." Apa nama tuhan dalam agama buddha ?"tampaknya susah untuk dijawab, sedangkan kepercayaan asli mereka shinto, mungkin relatif lebih baik. Karena setidaknya ada kata "Kami-Sama" untuk menunjukan nama Tuhan. tentu saja itu hanyalah pendapat saya pribadi saja.

0 komentar to Kehidupan Beragama Di Jepang

Posting Komentar